BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya abad
ke-17, adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang
epistemologi adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana
yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang
dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua
aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling
bertentangan. Aliran filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme. Empirisme
itu sendiri pada abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa
aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai :
1.
Apa pengertian pragmatisme?
2.
Siapa saja tokoh filsafat pragmatisme?
3.
Bagaimana kritik terhadap pragmatisme?
4.
Bagaimana implikasi pragmatisme dalam pendidikan?
C.
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui arti pragmatisme.
2.
Mengetahui tokoh-tokoh filsafat pragmatisme.
3.
Mengetahui krtitik terhadap pragmatisme.
4.
Mengetahui implikasi pragmatisme dalam pendidikan.
BAB II
PRAGMATISME
PRAGMATISME
A.
Pengertian
Pragmatisme
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action)
atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya,
yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu
berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Aliran ini
bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran
ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh
Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori
itu benar kalau berfungsi (if it works).
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata
ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang
pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian
seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya,
tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun
berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang
disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2)
absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.
B. Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
1.
Charles
Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu
dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan
yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu
filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk
membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun, 2004:96). Dari kedua
pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya
sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta
mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan
hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada
tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi
manusia.
2.
William James (1842-1910 M)
William
James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah
orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya,
keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi.
Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya.
Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh
dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbagai
masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
Karya-karyanya
antara lain, The Principles of Psychology
(1890), The Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience
(1902) dan Pragmatism (1907). Di
dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman
kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu
senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran
mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah
oleh pengalaman berikutnya.
Nilai
pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya
tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.
Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup
serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam
bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman
keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari
kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di
dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar
kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah
kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara
mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang
lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu
memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan
damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James
membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya
dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata
lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang
adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat
mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral
umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat
subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk
mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
3.
John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun
Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang
menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang
pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia
serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk
memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih
suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah
salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat
harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan
demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme
ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana
pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut
Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey
dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada
gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita
untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme,
berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
C.
Kritik-kritik
terhadap Pragmatisme
Kekeliruan
Pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran :
1.
Kritik dari segi landasan ideologi Pragmatisme
Pragmatisme dilandaskan
pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Hal
ini nampak dari perkembangan historis kemunculan pragmatisme, yang merupakan
perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Dengan demikian, dalam konteks
ideologis, Pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Jadi,
pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua
sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja
terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang
sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua
pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan.
Yang pertama, ialah mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia,
alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah dibahas, apakah Al Khaliq telah
menentukan suatu peraturan tertentu lalu manusia diwajibkan untuk
melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia
setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq ini. Sedang
yang kedua, ialah mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat
dicapai suatu kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari
kehidupan, tapi bahkan harus dibuang dari kehidupan.
2.
Kritik dari segi metode pemikiran
Pragmatisme
yang tercabang dari Empirisme nampak jelas menggunakan Metode Ilmiyah (Ath
Thariq Al Ilmiyah), yang dijadikan sebagai asas berpikir untuk segala bidang
pemikiran, baik yang berkenaan dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu
sosial kemasyarakatan. Ini adalah suatu kekeliruan.
Metode
Ilmiyah adalah suatu metode tertentu untuk melakukan pembahasan/pengkajian
untuk mencapai kesimpulan pengertian mengenai hakekat materi yang dikaji,
melalui serangkaian percobaan/eksperimen yang dilakukan terhadap materi.
Memang,
metode ini merupakan metode yang benar untuk objek-objek yang bersifat materi/fisik
seperti halnya dalam sains dan teknologi. Tetapi menjadikan Metode Ilmiyah
sebagai landasan berpikir untuk segala sesuatu pemikiran adalah suatu
kekeliruan, sebab yang seharusnya menjadi landasan pemikiran adalah Metode
Akliyah (Ath Thariq Al Aqliyah), bukan Metode Ilmiyah. Sebab, Metode Ilmiyah
itu sesungguhnya hanyalah cabang dari Metode Akliyah.
Metode
Akliyah adalah sebuah metode berpikir yang terjadi dalam proses pemahaman
sesuatu sebagaimana definisi akal itu sendiri, yaitu proses transfer realitas
melalui indera ke dalam otak, yang kemudian akan diinterpretasikan dengan
sejumlah informasi sebelumnya yang bermukim dalam otak.
Metode
Akliyah ini sesungguhnya merupakan asas bagi kelahiran Metode Ilmiyah, atau
dengan kata lain Metode Ilmiyah sesungguhnya tercabang dari Metode Akliyah.
Argumen untuk ini, sebagaimana disebutkan Taqiyuddin An Nabhani dalam At Tafkir
halaman 32-33, ada dua point:
·
Bahwa untuk melaksanakan eksperimen dalam Metode
Ilmiyah, tak dapat tidak pasti dibutuhkan informasi-informasi sebelumnya. Dan
informasi sebelumnya ini, diperoleh melalui Metode Akliyah, bukan Metode
Ilmiyah. Maka, Metode Akliyah berarti menjadi dasar bagi adanya Metode Ilmiyah.
·
Bahwa Metode Ilmiyah hanya dapat mengkaji objek-objek
yang bersifat fisik/material yang dapat diindera. Dia tak dapat digunakan untuk
mengkaji objek-objek pemikiran yang tak terindera seperti sejarah, bahasa, logika,
dan hal-hal yang ghaib. Sedang Metode Akliyah, dapat mengkaji baik objek
material maupun objek pemikiran. Maka dari itu, Metode Akliyah lebih tepat
dijadikan asas berpikir, sebab jangkauannya lebih luas daripada Metode Ilmiyah.
Atas dasar
dua argumen ini, maka Metode Ilmiyah adalah cabang dari Metode Akliyah. Jadi
yang menjadi landasan bagi seluruh proses berpikir adalah Metode Akliyah, bukan
Metode Ilmiyah, sebagaimana yang terdapat dalam Pragmatisme.
3.
Kritik terhadap Pragmatisme itu sendiri
Pragmatisme
adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang
dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.
Pertama,
Pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan
praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedang kegunaan praktis ide
itu adalah hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu
dengan realitas, atau dengan standar-standar yang dibangun di atas ide dasar
yang sudah diketahui kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan praktis
suatu ide untuk memenuhi hajat manusia, tidak diukur dari keberhasilan
penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan. Maka,
kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi kebenaran ide, tetapi hanya menunjukkan
fakta terpuaskannya kebutuhan manusia .
Kedua,
pragmatisme menafikan peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide
adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar tertentu.
Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah
identifikasi instinktif. Memang identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran
kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi tak dapat menjadi ukuran
kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme berarti telah menafikan aktivitas
intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau dengan kata
lain, pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang
dihasilkan dari identifikasi instinktif .
Ketiga,
pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan
perubahan subjek penilai ide (baik individu, kelompok, dan masyarakat) dan
perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki
Pragmatisme baru dapat dibuktikan (menurut Pragmatisme itu sendiri) setelah
melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan
ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, pragmatisme berarti telah
menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya
sendiri.
D. Implikasi Terhadap Pendidikan
1.
Tujuan Pendidikan
Filsuf
paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang
bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan
pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan
yang baik.
Tujuan-tujuan pendidikan tersebut
meliputi:
-
Kesehatan yang baik
-
Keterampilan-keterampilan dan kejujuran
dalam bekerja
-
Minat dan hobi untuk kehidupan yag
menyenangkan
-
Persiapan untuk menjadi orang tua
-
Kemampuan untuk bertransaksi secara
efektif dengan masalah-masalah sosial
Tambahan
tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya
demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan
pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan
kehidupan sosial.
2. Kurikulum
Menurut
para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri
sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang
aik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan
pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan
minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.
3. Metode
Pendidikan
Ajaran
pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem
solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and
discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan
guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing,
berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga,
sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman
dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
4. Peranan
Guru dan Siswa
Dalam
pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa.
Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat
dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu
pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan
yang dirasakannya.
Untuk
membantu siswa guru harus berperan:
a. Menyediakan
berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan,
dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk
memunculkan minat siswa.
b. Membimbing
siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
c. Membimbing
merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan
suatu masalah.
d. Membantu
para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
e. Bersama-sama
kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya,
dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.
Edward
J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa merupakan
organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan
guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut
campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Callahan dan Clark
menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah progresivisme.
Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalisme yang
berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional. Anti
terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani)
yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang
mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat
pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme
juga memiliki kekeliruan sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran
filsafat ini. Kekeliruan pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran
pemikiran: (1) kritik dari segi landasan ideologi pragmatisme, (2) kritik dari
segi metode pemikiran, dan (3) kritik terhadap pragmatisme itu sendiri.
Pragmatisme memandang bahwa siswa
merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh,
sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa
ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy , DR., M.A. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya : Bandung
Juhaya S. Praja, Prof., Dr. 2003. Aliran-aliran
Filsafat dan Etika Prenada Media: Jakarta.
Mudzakir, Drs., dkk..1997. Filsafat Umum. CV. Pustaka Setia: Bandung.
Munir, Misnal, Drs., M.Hum., dkk. 2006 Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta.
thx ya
BalasHapustpi kok nggk pakai footnote taw body note ya?
mkasih.... sangat membantu...
BalasHapusminta izin untuk copy beberapa bagian saja...
yorosyku omegaishimasu!!
Silahkan, semoga bermanfaat
HapusSilahkan, semoga bermanfaat
HapusMohon ijin ikut ngopi y, mbak. Tq.
BalasHapusMonggo...
Hapus